Penyakit neurologi adalah segala jenis kelainan yang berkaitan dengan otak dan sistem syaraf. Penyakit ini dapat diderita oleh bayi baru lahir, anak hingga orang dewasa. Umumnya penderita penyakit neurologi mengalami gangguan mental, memori, dan adapula yang mengalami cacat fisik. Gejala tersebut bergantung pada jenis kelainan yang diderita oleh pasien, salah satunya terjadi juga pada para anak lelaki pemain judi rolet .
Nah, berikut ini beberapa jenis penyakit neurologi pada anak yang paling sering terjadi.
1. Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan penyakit neurologi pada anak yang ditandai dengan pembesaran ukuran kepala. Pembesaran tersebut dikarenakan adanya penumpukan cairan serebrospinal dalam ventrikel melebihi volume normal. Pada umumnya, otak memproduksi cairan tersebut sekitar 500 cc perhari. Dan setiap 6-8 jam sekali, cairan diserap dan dikeluarkan oleh tubuh. Lalu digantikan dengan produksi cairan baru. Begitu seterusnya. Namun pada penderita hidrosefalus, cairan serebrospinal tidak dapat dikeluarkan oleh tubuh. Akibatnya cairan terakumulasi dalam otak dalam jumlah berlebih.
Penyebab:
Terdapat beberapa faktor pemicu hidrosefalus diantaranya yaitu kerusakan sistem syaraf, adanya penyumbatan pada ventrikel otak, infeksi janin dan pendarahan dalam otak.
Gejala:
> Struktur kepala yang abnormal
> Sering muntah
> Kejang
> Rewel
> Otot lemah
> Pengelihatan bayi cenderung menunduk
> Penanganan:
Hidrosefalus umumnya ditangani dengan metode operasi, yakni operasi pemasangan shunt (Ventriculoperitoneal shunt – VP shunt) dan Operasi ETV (Endocopic Third Ventriculostomy).
2. Autisme
Autisme merupakan bentuk kelainan kongenital yang diakibatkan oleh gangguan perkembangan neurologis (sistem syaraf dan otak). Kondisi ini menyebabkan anak mengalami gangguan dalam berperilaku, berkomunikasi dan berinteraksi sosial.
Penyebab:
Terdapat beberapa faktor pemicu penyakit autisme diantaranya faktor genetik, paparan radiasi, pengonsumsian obat-obatan tertentu dan hamil pada usia melebihi 40 tahun.
Gejala:
Kasus autisme lebih sering dialami oleh anak laki-laki dibandingkan perempuan. Biasanya gejala autis mulai muncul saat anak berusia 2-3 tahun. Beberapa gejala yang cenderung dialami penyandang autis yakni:
Gangguan berkomunikasi
> Sulit melakukan interaksi sosial
> Sulit mengendalikan emosi
> Cenderung hiperaktif
> Gangguan dalam berbahasa
> Gangguan terhadap respon sensorikPenanganan:
Untuk metode penyembuhan total terhadap penyakit autisme belum ditemukan hingga saat ini. Umumnya penyandang autis disarankan menjalani terapi guna meringankan gejalanya. Terapi tersebut meliputi:
> Terapi obat-obatan
> Terapi komunikasi
> Terapi perilaku
3. Distonia
Distonia adalah kelainan neurologi yang ditandai dengan kontraksi otot secara refleks dan berulang-ulang. Penyakit ini cenderung diderita oleh anak berusia 5-17 tahun. Bagian otot yang diserang bisa jadi hanya di satu anggota tubuh (dystonia fokal) saja, bebera bagian tubuh (dystonia segmental) ataupun di seluruh bagian tubuh (dystonial general).
Penyebab:
Penyakit ini lebih rentan diderita oleh anak perempuan dibandingkan laki-laki. Untuk penyebabnya sendiri belum diketahui pasti. Namun beberapa ilmuwan menduga kondisi tersebut dikarenakan gangguan pada bagian-bagian otak tertentu yang bertanggung jawab terhadap kerja otot, seperti korteks serebri, ganglia basalis dan talamus. Selain itu, distonia juga dipicu oleh faktor keturunan, trauma, infeksi tertentu, dan mutasi genetik.
Gejala:
Gejala distonia bergantung pada jenis dan usia penderita. Namun terdapat gejala umum yang sering terlihat. Diantaranya yaitu:
>Pada awalnya gangguan ini bermula pada otot tangan dan kaki, kemudian menyebar ke seluruh bagian otot tubuh lain
>Sering merasakan kesemutan (kram)
>Otot terasa kaki
>Leher tertarik keluar tanpa sadar
>Kesulitan berbicara
>Cenderung menyeret kaki saat berjalan\
>Mudah merasa lelah
>Muncul gerakan-gerakan aneh (seperti orang tersengat listrik) secara refleks
>Kejang secara mendadak
>Penanganan:
Penyakit distonia tidak dapat disembuhkan secara total. Namun gejalanya dapat dikurangi dengan beberapa tindakan, yakni lewat pemberian obat-obatan, fisioterapi, suntik botox, operasi denervasi selektif (pemotongan saraf penyebab kejang), operasi stimulasi otak (pemasangan elektroda dalam otak untuk menghambat gerakan otot abnormal).
4. Selebral Palsi (Celebral palsy)
Penyakit selebral palsi menyebabkan penderitanya mengalami gangguan otot, keabnormalan gerakan dan kelainan postur tubuh. Menurut medis, penyakit ini disebabkan oleh gangguan perkembangan otak. Dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan ataupun setelah dilahirkan.
Penyebab:
Penyeba pasti dari penyakit selebral palsi belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menjadi keabnormalan perkembangan otak. Diantaranya cedera kelapa, infeksi dalam otak, kelainan genetik, bayi kekurangan oksigen, kelahiran prematur dan sebagainya.
Gejala:
Beberapa gejala yang kerap dialami oleh penderita selebral palsi, yakni:
> Otot terasa kaku
> Terjadi gerakan-gerakan refleks berlebihan
> Gerakan menjadi lambat
> Sulit menelan makanan
> Gangguan pada kemampuan motorik
> Kesulitan berbicara
> Otot-otot menjadi lemah
> Keterlambatan berjalan
> Penanganan:
Penanganan penyakit ini dilakukan melalui pemberian obat-obatan, terapi okupasi, terapi berbicara, terapi fisik, operasi bedah syaraf dan bedah ortopedi.
5. Spina Bifida
Spina bifida meruapakan penyakit neurologi yang disebabkan adanya kelainan pada tabung syaraf. Hal ini menyebabkan tulang belakang berkembang secara abnormal dan memiliki celah. Kondisi spina bifida umumnya dialami oleh bayi dan anak. Apabila kondisi ini tidak terlalu parah maka memungkinan penderita dapat hidup lebih lama. Sebaliknya, jika spina bifida telah memasuki tahap parah kemungkinan nyawa penderita tidak dapat bertahan
Penyebab:
Penyebab kelainan pada tabung syaraf memang belum diketahu secara pasti. Namun terdapat beberapa faktor yang diyakini menjadi pemicu penyakit ini. Diantaranya yaitu faktor genetik, ibu hamil mengidap diabetes, obesitas, ibu kekurangan asam folat, pengonsumsian obat-obatan tertentu (sepertiasam valproat), serta mengandung bayi perempuan risikonya juga lebih tinggi.
Gejala:
Pada umumnya, gejala penyakit spina bifidal bergantung pada tingkat keparahan dan lokasi celah pada tulang belakang. Semakin parah kondisinya maka gejala juga akan semakin tampak jelas. Nah, beberapa gejala umum penyakit ini, yakni:
Adanya kelemahan otot
> Kesulitan dalam berjalan, atau bahkan lumpuh
> Pembengkokan pada tulang belakang
> Gangguan pada pencernaan dan kandung kemih
> Keterbatasan gerakan (gangguan mobilitas)
> Mati rasa pada bagian-bagian tertentu, misalnya di telapak kaki dan tangan
> Hidrosefalus, terjadi penumpukan cairan di otak sehingga ukuran kepala menjadi membesar
Penanganan:
Untuk mendeteksi penyakit spina bifida, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan terlebih dahulu. Meliputi pemeriksaan fisik, tes darah USG, CT scan dan MRI. Selanjutnya, apabila hasilnya postif maka dilakukan tindakan operasi untuk menutup celah pada tulang belakang. Dan apabila anak mengidap hidrosefalus, maka juga dilakukan operasi pemasangan shunt.
Pasca operasi, pasien akan disarankan menjalani terapi fisik dan terapi okupasi. Selain itu, pasien juga diberikan obat-obatan untuk mengatasi komplikasi penyakitnya (misalnya gangguan pencernaan). Dan diberikan alat bantu untuk membantu pasien berjalan, baik tongkat atau kursi roda.